Allâh Ta’âla telah memerintahkan hamba-Nya untuk memanjatkan doa kepadaNya, karena memuat kemaslahatan bagii mereka. Allâh Ta’âla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghâfir/40:60).
Ulama Ahli Tafsir rahimahullâh berkata, “Ini di antara bukti kelembutan Allah Ta’âla terhadap para hamba dan nikmat-nikmat-Nya yang agung, yaitu Allâh Ta’âla menyeru mereka untuk melakukan hal-hal yang mendatangkan kemaslahatan bagi agama dan dunia mereka. Dia Ta’âla memerintahkan mereka untuk berdoa kepada-Nya, doa ibadah dan doa permintaan, dan memberikan janji kepada mereka akan mengabulkan permohonan mereka”.
Sementara Syaikh al-‘Abbâd bertutur, “Pada ayat yang mulia ini, terdapat perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, dan janji-Nya untuk mengabulkannya, serta ancaman-Nya terhadap orang-orang sombong yang enggan beribadah kepada-Nya dengan memasukkan mereka ke dalam Neraka dalam keadaan hina lagi nista”.
Beliau melanjutkan, “Doa secara mutlak bermakna permohonan hamba kepada Rabbnya untuk berkenan mendatangkan kebaikan (bagi dirinya dan menyingkirkan keburukan (dari dirinya).
Inilah yang dimaksud dengan doa mas`alah (doa permintaan). Dan bisa juga bermakna ibadah itu sendiri, dengan mengingat dan memuji-Nya. Inilah yang dinamakan doa ibadah. Berdasarkan riwayat Imam at-Tirmidzi dalam kitab Jâmi’nya (no.3247) dan mengatakan, ‘(Ini) hadits hasan shahih’ dari an-Nu’mân bin Basyîr radhyallâhu ‘anhu , ia berkata, ”Aku mendengar Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Doa adalah ibadah’. Kemudian beliau membaca ayat { “Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina.” }”
Orang yang senantiasa memanjatkan doa kepada Allah Ta’âla untuk memohon sesuatu, memuji dan menyanjung-Nya, sebenarnya ia sedang berada dalam kebaikan dan ibadah yang besar.
Di antara dalil yang menguak aspek kebaikan doa, hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallâhu ‘anhu bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا
“Tidaklah seorang muslim yang berdoa dengan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak untuk memutus tali kekeluargaan, kecuali Allah akan memberinya tiga kemungkinan: Doanya akan segera dikabulkan, atau akan ditunda sampai di akhirat, atau ia akan dijauhkan dari keburukan yang semisal.” (HR. Ahmad no. 10709 dengan sanad hasan).
Atas dasar itu, rugilah orang yang enggan dan bermalas-malasan dalam berdoa kepada Allah Ta’âla , padahal Allah Ta’âla Maha Kuasa atas segala sesuatu, Dzat Yang Mengatur alam semesta, segala perkara ada di Tangan-Nya. Sementara itu, disadari atau tidak, seorang manusia adalah makhluk yang lemah; lemah fisik, jiwa dan hati, penuh kekurangan, memiliki permasalahan di dunia, dan harapan selamat di dunia dan akhirat. Dan yang tak boleh dilupakan juga, syaithan selalu mengintai untuk menjerumuskannya ke lembah kenistaan, memalingkannya dari setiap kebaikan dan dzikrullah. Maka, sangatlah mengherankan, mengapa makhluk yang lemah seperti ini (kita semua) tidak memohon kekuatan, kemudahan dan pertolongan dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Kuat?!.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ
“Manusia paling lemah adalah orang yang paling malas berdoa (kepada Allâh). Dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil memberi salam” (HR. Abu Ya’lâ, ath-Thabrâni, Ibnu Hibbân dan ‘Abdul Ghani al-Maqdisi).
Untuk itu, Syaikh Bakr mengungkap rasa keprihatinannya, “Kasihan, kasihan, orang yang malas untuk berdoa. Sungguh orang itu sudah menutup banyak akses menuju kebaikan dan karunia (dari Allah) bagi dirinya”
Wallahu a’lam. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan Taufiq Nya.