Tak ada yang membantah bahwa menolong orang lain dalam kebaikan adalah sesuatu yang mulia.
Al-Qur’an telah menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan bentuk terbaik (ahsanu taqwim). Manusia memiliki keistimewaan dibanding ciptaan lain seperti jin, setan, malaikat, juga binatang. Manusia dibekali tidak hanya panca indra dan bentuk fisik yang indah, tapi juga akal pikiran yang membuatnya kreatif dan menjalani hidup dengan penuh makna.
Makna tersebut salah satunya bisa kita petik dari sikap baik kita terhadap orang lain. Kita tahu, manusia merupakan makhluk individual sekaligus makluk sosial. Yang terakhir disebut ini adalah sebuah keniscayaan. Manusia ditakdirkan tidak bisa hidup sendirian. Ia pasti membutuhkan yang lain, baik yang berkenaan dengan manusia maupun alam sekitar.
Karena itu menolong orang lain yang membutuhkan termasuk perbuatan yang sangat ditekankan. Tolong menolong menjadi ajakan utama yang diulang-ulang dalam Al-Qur’an maupun hadits.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dalam sebuah hadits yang cukup populer disampaikan:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)
Hadits tersebut memuat pesan cukup spesial. Jika kita perhatikan secara seksama redaksi hadits, kita segera tahu bahwa Allah melibatkan secara langsung seolah-olah berada di balik orang-orang susah dan siap memberi balasan setimpal bagi yang mau membantu orang-orang dalam kesulitan itu. Allah secara verbal berjanji akan memudahkan dan menolong orang yang mau menolong hambanya.
Kerap kita dengar orang bilang, “Jika kau sampai sentuh si A maka kau akan berhadapan denganku.” Pernyataan ini tentu keluar dari mulut orang yang begitu sayang dengan si A. Sampai-sampai berani pasang badan, memberi pembelaan ketika sesuatu tak mengutungkan menimpa si A.
Kasus ini bisa dianalogikan kepada hadits di atas. Pernyataan “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya” adalah sinyal tentang betapa sayangnya Allah kepada orang-orang susah, dan karenanya memberi berjanji bakal pula menolong para penolong orang susah tersebut. Hal ini menegaskan kebenaran bahwa “Allah hadir di tengah-tengah orang susah”.
Orang yang gemar mengulurkan tangan kepada orang lain juga akan memperoleh kedudukan yang istimewa di sisi Allah. Suatu ketika ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah. Lalu ia bertanya: wahai Rasulullah, siapa orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan apa amalan yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah pun menjawab:
أحبُّ الناسِ إلى اللهِ تعالى أنفعُهم للناسِ وأحبُّ الأعمالِ إلى اللهِ عزَّ وجلَّ سرورٌ يُدخلُه على مسلمٍ أو يكشفُ عنه كُربةً أو يقضي عنه دَينًا أو يطردُ عنه جوعًا ولأن أمشيَ مع أخٍ في حاجةٍ أحبُّ إليَّ من أن أعتكفَ في هذا المسجدِ ( يعني مسجدَ المدينةِ ) شهرًا
“Orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Dan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberi kegembiraan seorang mukmin, menghilangkan salah satu kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan.” (HR ath-Thabrani)
Tidak ada yang paling beruntung dalam kehidupan manusia selain dicintai oleh Sang Maha Mencintai, Allah azza wa jalla. Kecintaan-Nya adalah anugerah terbesar, bahkan dibandingkan dengan kenikmatan surga sekalipun. Cinta adalah tanda keridlaah. Bukankah tujuan pokok manusia adalah mencari ridla Allah?
Ternyata demikian besar yang kita dapat dari perbuatan gemar membantu orang lain. Kita melihat ada keselarasan pengaruh antara kesalehan kita secara sosial dengan kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Bahkan Rasulullah secara terang-terangan memandangnya lebih unggul daripada beri’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan.
Sasaran menolong itu sangatlah luas. Ia tak harus selalu berhadapan dengan masalah-masalah besar yang bahkan kita sendiri sukar mengatasinya. Memberi tempat duduk kepada ibu hamil di kendaraam umum adalah menolong. Begitu pula memberi makanan untuk anak-anak jalanan, membeli barang dagangan Pak Tua yang miskin, menghibahkan mukena untuk dipakai umum di sebuah masjid, melapangkan hati orang yang tertimpa musibah, dan lain-lain.
Semoga perintah Al-Qur’an dan sunnah Nabi yang ini dapat kita laksanakan dengan baik. Apalagi seiring perkembangan teknologi informasi yangsemakin canggih, ada kecenderungan masyarakat kian individualis, kepekaannnya memudar terhadap kondisi orang-orang di sekitarnya.