Di dalam ajaran Islam, Ilmu apapun itu haruslah berupa ilmu yang membawa kepada pendekatan diri kepada Allah SWT. Seseorang harus insaf bahwa, potensi, minat, dan bakat merupakan karunia dari Allah SWT.
Maka ilmu apapun yang sudah dikuasainya haruslah dibawa kepada kesadaran akan ke-Maha Besaran dan kekuasaan Allah SWT.
Dengan ilmu yang dikuasainya seseorang tidak boleh sombong dan angkuh. Kemudian meremehkan orang lain dan berbuat semena-mena di alam semesta, seperti membuat kerusakan demi keuntungan pribadi.
Sekali lagi ia harus ingat bahwa, potensi, minat, dan bakat yang melekat dalam dirinya hanyalah pemberian Allah SWT. Semata-mata, Bahkan, ilmu itu sendiri adalah milik Allah SWT. Sedangkan manusia hanya sekedar memakainya saja.
Seperti inilah yang dikhawatirkan oleh Muhammad SAW. Manusia dengan ilmunya menjadi angkuh dan sombong, mereka merasa bahwa ilmu yang ada pada dirinya merupakan hak miliknya.
Ia menganggap bahwa dengan ilmunya ia menganggap sudah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya serta mampu menjawab berbagai permasalahan dalam kehidupannya, ia telah melupakan Allah SWT. Ia dengan ilmunya bukan menjadi dekat kepada Allah swt. tetapi malah semakin jauh dari Allah SWT.
Penting disimak apa yang dikabarkan oleh Al-Qur’an ketika mengabarkan kisah Nabi Ya’qub as. dalam surah Al-Baqarah ayat 133,
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya“.
Dalam pengertian berbeda, ayat di atas menjelaskan bahwa, ketika Nabi Ya’kub hendak berpulang ke hadhirat Allah SWT. Ia ingin memastikan kepada anak keturuannya beserta para pengikutnya, siapakah yang akan mereka sembah kelak sepeninggalnya.
Perlu diketahui bahwa kaum yahudi anak keturunan Nabi Ya’kub adalah orang-orang pandai, mereka ada yang ahli pehat, pedagang, pemerintahan, berperang dan lain sebagainya.
Ungkapan Nabi Ya’kub di atas ingin menegaskan bahwa, kelak sepeninggal dirinya masihkah ada Allah dalam ilmu pengetahuan mereka. Masihkan mereka akan tetap sadar dan ingat bahwa bakat serta ilmu mereka semata-mata karena karunia dari Allah SWT. yang harus mereka arahkan supaya dekat kepada Allah SWT.
Pada pengertian yang lain seakan-akan Nabi Ya’kub ingin berkata kepada anak keturunannya bahwa ia tidak butuh bakat serta ilmu-ilmu yang mereka kuasai jika bakat serta ilmu-ilmu yang mereka kuasai menjauhkan diri mereka dari Allah SWT.
Mereka harus benar-benar sadar bahwa mereka semua diciptakan oleh Allah SWT. tidak lain kecuali untuk menyembah dan tunduk patuh kepada-Nya semata. Segala pengetahuan yang mereka kuasai harus membawa atau dibawa pada ketundukan kepada-Nya.
Dari semangat nilai tauhid di atas, tidak heran jika anak-anak kaum muslimin dahulu pada masa-masa kejayaan kekhalifahan Islam ketika hendak beranjak mempelajari ilmu-ilmu umum terlebih dahulu mereka diperkuat akidahnya. Mereka harus disadarkan bahwa ilmu-ilmu yang akan mereka pelajari adalah milik Allah SWT.
Kelak ketika mereka sudah menguasainya peruntukannya harus dibawa untuk kemaslahatan, membawa manfaat untuk sesama dan lingkungan hidupnya agar memperoleh keridhaanNya.
Mereka yakin, bahwa ilmu yang dibawa kepada manfaat untuk sesama seseorang akan senantiasa memperoleh pertolongan Allah SWT. Ia tidak akan disempitkan rezki serta kebutuhan hidupnya. Allah SWT akan mengangkatnya kepada derajat yang tinggi.
Maka kita melihat dalam lembaran-lembaran sejarah keislaman bahwa niat ataupun orientasi menuntut ilmu tidak lain karena ingin mencari ridha Allah SWT.
Ingin menghilangkan kebodohan, ingin mengasah potensi, minat serta bakat yang Allah karuniakan kepada mereka. Mereka mensyukuri atas nikmat itu semua dengan mecari ilmu pengetahuan supaya menemukan ke-Maha Kuasa dan ke-Maha Besaran Allah SWT.
Melalui ilmu yang Allah anugrahkan kepada mereka sehingga dengan ilmu-ilmu itu semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT. yang maha kuasa. “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imran : 191). Allahu A’lam
Semoga ilmu kita bermanfa'at untuk dunia dan akhirat, aamiin.