Enam Keburukan Orang yang Enggan Bershalawat saat Nama Nabi Disebut
Di dalam Surat Al-Ahzab ayat 56 Allah subhânahû wa ta’âlâ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya selalu bershalawat kepada Nabi Muhammad. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sungguh-sungguh.”
Berangkat dari ayat ini para ulama sepakat bahwa hukum membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah wajib bagi setiap orang mukmin. Ibnu Abdil Barr sebagaimana dikutip oleh Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani menuturkan:
أجمع العلماء على أن الصلاة على النبي
ﷺ فرض على كل مؤمن بقوله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwa bershalawat kepada Nabi ﷺ adalah wajib bagi setiap orang mukmin berdasarkan firman Allah: wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan bersalamlah dengan sebenar-benarnya salam.” (Yusuf bin Ismail An-Nabhani, Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2004], hal. 12)
Namun demikian para ulama berbeda pendapat tentang kapan waktu kewajiban membaca shalawat tersebut. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa kewajiban membaca shalawat kepada Nabi adalah sekali dalam seumur hidup. Ada juga yang menyatakan bahwa kewajiban bershalawat adalah setiap kali melakukan shalat yakni pada saat tasyahud akhir. Sementara ulama yang lain menyebutkan bahwa kewajiban seorang muslim bershalawat kepada Nabi adalah manakala ia mendengar nama Rasulullah disebut baik oleh dirinya sendiri ataupun oleh orang lain. Pendapat yang terakhir ini didasarkan pada beberapa hadits yang menunjukkan wajibnya bershalawat ketika nama Rasulullah disebut.
Tidak hanya menunjukkan hukum bershalawat, di dalam hadits-hadits tersebut juga terdapat banyak redaksi berbeda yang menggambarkan jeleknya orang yang tak mau bershalawat ketika mendengar nama Rasulullah disebut. Di antara kejelekan-kejelekan yang dituturkan Rasul dalam berbagai hadits bagi orang yang enggan bershalawat ketika nama beliau disebut adalah sebagai berikut:
1. Dijauhkan dari rahmat Allah
Ada banyak hadits dengan redaksi yang berbeda-beda yang menuturkan tentang kejelekan ini, bahwa orang yang enggan bershalawat ketika mendengar nama Rasul disebut akan dijauhkan dari rahmat Allah. Salah satunya hadits dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa satu ketika Rasulullah naik ke atas mimbar lalu beliau mengucapkan kata aamin hingga tiga kali.
Saat ditanyakan perihal tersebut beliau menuturkan bahwa malaikat Jibril baru saja mendatanginya. Ia berkata, “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan namun dosanya tidak terampuni maka ia masuk neraka. Semoga Allah menjauhkannya dari rahmat. Katakan âmîn, wahai Muhammad!” Maka kemudian Rasulullah menjawab, “Âmîn.” Kemudian Jibril berkata lagi, “Orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya lanjut usia lalu ia tidak berbakti kepadanya dan ia meninggal dunia, maka ia masuk neraka. Semoga Allah menjauhkannya dari rahmat. Katakan âmîn!” Maka Rasulullah menjawab, “Âmîn.” Kemudian malaikat Jibril berkata lagi, “Orang yang disebutkan namamu namun ia tak bershalawat kepadamu lalu ia meninggal dunia, maka ia masuk neraka. Semoga Allah menjauhkannya dari rahmat. Katakan âmîn!” Maka Rasulullah menjawab, “Âmîn.”
2. “Hidungnya berdebu”
Orang yang tidak mau membaca shalawat saat mendengar nama Rasulullah disebut digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang yang hidungnya yang berdebu. Hadits tentang ini banyak diriwayatkan dalam beragai kitab hadits di antaranya oleh
Imam Turmudi: رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ Artinya: “Berdebu hidung seseorang yang namaku disebut di sisinya namun ia tak mau bershalawat kepadaku.” Kalimat raghima anfu (hidungnya berdebu) dimaknai oleh sementara ulama sebagai kerendahan dan kehinaan. Imam Qurtubi menjelaskan bahwa kalimat itu bisa bermakna bahwa Allah membanting orang tersebut hingga jatuh pada hidungnya dan menghancurkannya. Atau itu bermakna bahwa Allah merendahkan orang tersebut. Hidung merupakan anggota badan yang mulia dan tanah merupakan tempat berpijaknya kaki, maka orang yang hidungnya ditempelkan ke tanah berarti ia telah direndahkan dan dihinakan sedemikian rupa.
(Abdullah Sirajudin Al-Husaini, As-Shalâtu ‘alan Naby, [Damaskus: Darul Falah, 1990], hal. 47)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang enggan membaca shalawat ketika mendengar nama Rasulullah disebut ia adalah orang yang rendah dan hina di hadapan Allah subhânahu wa ta’âla.
3. Orang yang celaka Orang yang enggan bershalawat kepada Nabi ketika nama beliau disebutkan ia disebut oleh Rasulullah sebagai orang yang celaka. Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ فَقَدْ شَقِيَ Artinya: “Barangsiapa yang aku disebut di sisinya lalu ia tak bershalawat kepadaku maka ia telah celaka.”
Celaka di sini berarti terhalang dari kebaikan dan jatuh ke dalam keburukan. Orang yang enggan bershalawat ketika nama Rasulullah disebut ia telah menghalangi diri sendiri dari mendapatkan kebaikan dan keutamaan bershalawat yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari siksaan api neraka. Maka dengan enggannya bershalawat ia telah mendekatkan dirinya kepada neraka karena ia tidak mendekatkannya kepada surga.
4. Orang yang bakhil Orang yang enggan bershalawat kepada Nabi ketika ia mendnegar nama beliau disebut ia dianggap sebagai orag yang bakhil, orang pelit. Bahkan dalam satu riwayat Rasulullah menyebutnya sebagai orang yang paling pelit. Imam An-Nasa’i meriwayat satu hadits: الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ Artinya: “Orang yang bakhil adalah orang yang ketika aku disebut di sisinya lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. An-Nasai)
Orang yang bakhil adalah yang tidak mau memenuhi hak orang lain yang menjadi kewajibannya. Sebaliknya orang yang mau memenuhi kewajibannya secara sempurna tidak disebut sebagai orang bakhil. Rasulullah adalah orang yang menjadi sebab didapatkannya kebahagiaan dunia dan akherat. Beliau datang sebagai orang yang memberi petunjuk dan rahmat bagi alam semesta. Beliau juga penyelamat bagi manusia dari kejelekan dan kerusakan dunia dan penyelamat di akherat dari segala hal yang tidak disukai dan dari siksaan apai neraka. Bila demikian adanya, tidakkah beliau berhak untuk diagungkan? Tidakkah beliau berhak untuk dihormati ketika namanya dituturkan? Rasulullah adalah orang yang paling berhak untuk diagungkan dan dihormati dengan sebaik-baik pengagungan dan penghormatan. Maka bila seorang yang mendengar nama beliau disebut lalu ia enggan mengagungkannya dengan bershalawat, tidakkah ia pantas disebut sebagai orang yang pelit, bahkan orang yang paling pelit?
5. Salah jalan ke surga
Imam At-Thabrani di dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabîr meriwayatkan sebuah hadits: مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَخَطِئَ الصَّلَاةَ عَلَيَّ؛ خَطِئَ طَرِيقَ الْجَنَّةِ Artinya: “Barangsiapa yang aku disebut di sisinya lalu luput ia tak bershalawat kepadaku maka ia telah salah jalan ke surga.” Tidak diragukan bahwa orang yang salah jalan menuju surga maka ia tidak mendapatkan petunjuk jalan menujunya. Yang terpampang di depannya adalah jalan menuju neraka. Karena di akherat kelak tak ada jalan lain selain dua jalan yang menuju ke surga dan yang ke neraka.
6. Orang yang kasar perangainya
Abdur Razaq As-Shan’ani di dalam kitab Mushannaf-nya meriwayatkan sebuah hadits: مِنَ الْجَفَاءِ أَنْ أُذْكَرَ عِنْدَ الرَّجُلِ فَلَا يُصَلِّي عَلَيَّ Artinya: “Termasuk kasarnya perangai adalah ketika aku disebut di sisi seseorang lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” As-Sakhawi mengartikan kata Al-Jafâ’ sebagai meninggalkan kebaikan dan silaturahmi. Kata Al-Jafâ’ secara mutlak juga berarti kerasnya perangai. Orang yang keras perangainya, yang meninggalkan kebaikan dan silaturahmi, jauh dari dari Rasulullah Muhammad ﷺ.
Dari berbagai hadits di atas yang menuturkan berbagai kejelekan bagi orang yang enggan bershalawat kepada Nabi saat nama beliau disebut para ulama mengambil satu kesimpulan bahwa adalah wajib hukumnya membaca shalawat kepada Nabi manakala nama beliau disebutkan.